Suatu pagi, seorang bapak datang kepada seorang pastor. Ia baru saja
bertengkar dengan istrinya yang telah memberinya lima orang anak. Dia
merasa sangat kesal terhadap istrinya. Menurutnya, istrinya telah
merendahkan martabatnya sebagai seorang lelaki dan kepala keluarga.
Karena itu, ia ingin menceraikan istrinya. Ia sudah bosan hidup dalam
konflik terus-menerus dengan istrinya.
Kepada pastor, ia berkata, “Pastor, saya sudah tidak tahan lagi hidup
dengan istri saya. Dia selalu meremehkan saya. Kalau boleh, saya
menceraikan dia.”
Pastor itu tersenyum mendengar pengaduan bapak itu. Beberapa saat
kemudian, ia berkata kepadanya, “Orang beriman itu mesti selalu setia.
Apa pun situasinya.”
Bapak itu terkejut mendengar kata-kata pastor itu. Ia tidak percaya
mendengar kata-kata pastor itu. Ia tahu dan sadar bahwa ia mesti selalu
setia kepada istrinya. Tetapi kali ini ia sudah tidak sabar. Ia tidak
ingin hidup lebih lama dengan istrinya. Lantas ia berkata, “Tetapi
pastor, kesetiaan saya sudah habis. Apa saya harus memaksakan diri?”
Pastor itu tersenyum mendengar kata-kata bapak itu. Lalu ia berkata,
“Bapak, tidak semua orang dipanggil dan dipilih untuk menjadi suami dari
istri bapak. Pasti dia punya hal-hal yang sangat baik. Pasti dia punya
keunggulan-keunggulan yang hanya boleh dimiliki oleh bapak. Cobalah
setia kepadanya walaupun ia meremehkan bapak.”
Setiap orang dipanggil dan dipilih oleh Tuhan untuk hidup bersama
yang lain. Dalam kehidupan berkeluarga, setiap orang dipanggil secara
khusus untuk menjadi suami atau istri untuk orang tertentu saja. Ada
perbedaan-perbedaan yang begitu besar di antara dua insan yang membangun
keluarga. Tetapi perbedaan-perbedaan itu menjadi rahmat yang
menguatkan. Perbedaan-perbedaan itu menjadi kekayaan yang dapat
digunakan untuk memajukan kehidupan berkeluarga.
Ada kalanya di antara dua insan itu terjadi kesalahpahaman. Ada
banyak faktor yang menyebabkan hal itu. Kalau ada konflik, mereka mesti
dapat menyelesaikannya dengan kepala dingin. Konflik tidak diselesaikan
dengan sensasi. Mereka mesti terus-menerus berusaha untuk menyelesaikan
konflik itu. Tuhan menghendaki mereka tetap setia dalam panggilan hidup
berkeluarga itu.
Untuk itu, setiap keluarga mesti tetap setia pada komitmen yang telah
mereka ikrarkan pada saat perkawinan mereka. Ketika mereka menikah,
mereka bersumpah setia satu sama lain dalam untung dan malang. Maka
mereka mesti tetap setia pada komitmen itu. Mereka mesti memelihara
komitmen itu dalam perjalanan hidup mereka.
Hidup berkeluarga itu juga suatu panggilan dari Tuhan. Tuhan
menghendaki agar keluarga-keluarga membangun cinta kasih dan
persaudaraan. Dalam konteks ini, suami istri dipanggil untuk saling
menyucikan diri dengan saling mencintai. Ketidaksetiaan itu melukai
hidup berkeluarga.
Karena itu, saya mengajak keluarga-keluarga untuk tetap bertahan
dalam hidup berumah tangga. Yakinlah, Tuhan senantiasa menyertai dan
memberikan rahmatNya bagi keluarga-keluarga. Tuhan memberkati. **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar